Friday, March 8, 2013
Proses Desain Struktur Bangunan
Mendesain struktur bangunan adalah
proses memodelisasikan suatu struktur bangunan, menganalisanya sehingga
didapatkan suatu bentuk struktur dengan dimensi dan mutu tertentu sedemikian
rupa sehingga struktur dapat menahan beban-beban yang bekerja pada struktur
tersebut. Untuk mempermudah proses desain struktur bangunan, seorang perencana
dapat menggunakan bantuan software untuk menganalisanya. Dengan menggunakan
software, perencana dapat memodelisasikan struktur yang akan dibangun serta
spesifikasinya, kemudian mengaplikasikan beban-beban yang terjadi, sehingga
akan terlihat ketahanan struktur terhadap beban-beban tersebut. Selain itu, di
dalam software juga dapat dilihat besar lendutan dan gaya dalam yang dialami
oleh komponen struktur. Software-software yang digunakan dalam proses
perencanaan struktur bangunan, antara lain adalah SAP 2000, Etabs, Midas, dan
lain-lain.
Langkah
pertama yang perlu diketahui dari proses desain struktur bangunan adalah
mengetahui jenis-jenis beban apa saja yang bekerja pada struktur tersebut.
Misalnya untuk mendesain struktur bangunan rumah tinggal dua lantai, beban yang
bekerja pada struktur tersebut adalah beban mati atau berat sendiri struktur,
beban hidup, beban atap (seperti beban hujan, beban angin, dan beban pekerja),
serta beban gempa. Besarnya beban-beban yang bekerja pada struktur ini
ditentukan dengan suatu peraturan yang berlaku pada masa tersebut. Misalnya
untuk besar pembebanan rumah tinggal dapat mengacu pada SNI 1721-1989
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, besar pembebanan kereta api
mengacu pada Peraturan Kereta Api. Selain itu, suatu struktur bangunan juga
didesain agar dapat menahan beban gempa. Cara menentukan besarnya dapat dilihat
pada SNI 1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan
Gedung atau SNI mengenai gempa yang terbaru yaitu tahun 2010. Pembebanan gempa
biasanya mengacu pada lokasi dimana struktur tersebut akan dibangun karena
lokasi juga mempengaruhi zona gempa dan frekuensi terjadinya gempa. Analisa
gempa dapat dilakukan secara static ekivalen. Selain itu, permodelan pembebanan
gempa juga dapat berbentuk spektrum (analisa spektrum) atau akselerogram
(analisa sejarah waktu) dari rekaman gempa yang pernah terjadi di daerah
tersebut.
Beban-beban
tersebut dikalikan dengan sebuah faktor pembesar sebagai faktor keselamatan.
Hal ini dilakukan sebagai antisipasi apabila pembebanan yang terhitung tidak
sesuai dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Besarnya faktor pembebanan ini
tergantung dari jenis bebannya dan diatur dalam SNI pembebanan.
Setelah
mengetahui pembebanan yang bekerja pada struktur, langkah selanjutnya adalah
melakukan preliminary design. Preliminary design adalah desain awal
atau estimasi jenis material, mutu material, serta dimensi material yang akan
digunakan untuk membentuk struktur. Penentuan jenis, mutu, dan dimensi material
ini mengacu pada engineering judgement
yang dimiliki oleh seorang perencana. Biasanya terdapat beberapa rumusan dalam
menentukan preliminary design.
Spesifikasi material struktur yang ditentukan dalam preliminary design bukanlah spesifikasi yang akan dikerjakan di
lapangan, namun merupakan spesifikasi struktur yang akan dimodelkan dalam
software untuk dites dengan pembebanan yang telah diidentifikasikan sebelumnya.
Langkah
berikutnya adalah memodelisasikan struktur ke dalam software dengan memasukan
input seperti kerangka struktur yang merepresentasikan bangunan yang akan
dicek, jenis material dari struktur, mutu material yang digunakan, dimensi dari
material, konfigurasi penulangan, pembebanan baik beban mati, hidup, ataupun
gempa, serta permodelan elemen lain yang harus didefinisikan, seperti
perletakan dan letak sendi-sendi plastis. Setelah memasukan input tersebut,
model struktur dirun sehingga akan
didapatkan output mengenai ketahanan struktur terhadap pembebanan, ketahanan
tersebut direpresentasikan dengan besarnya gaya dalam, besarnya reaksi
perletakan, besarnya lendutan yang terjadi, atau bahkan apakah struktur
tersebut collapse atau tidak dengan
pembebanan yang diberikan. Apabila struktur collapse
atau mengalami lendutan yang cukup besar, maka desain awal dari struktur
diubah. Perubahan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memperbesar
penampang, menambah jumlah tulangan, menambah jumlah kabel, mengecilkan bentang
antar kolom/tiang, memperbesar mutu beton, atau memperbesar kapasitas beton
dengan metode lainnya, seperti pre-stressing.
Spesifikasi
elemen struktur yang telah diperbesar kapasitasnya dimodelkan lagi dalam
software untuk mengecek ketahan struktur tersebut terhadap pembebanan. Jika
struktur tersebut masih tidak bisa menahan pembebanan, maka perubahan pada
desain dilakukan lagi dan mengulang permodelan kembali sampai didapatkan
dimensi struktur yang kuat namun tidak boros. Namun, jika struktur tersebut
dapat menahan pembebanan dengan lendutan yang diijinkan, maka spesifikasi
struktur itulah yang diambil untuk proses pelaksanaan di lapangan.
Selain
dengan permodelan di software, perencana juga dapat menghitung kapasitas
kekuatan dari struktur dengan menggunakan analisa perhitungan yang mengacu pada
peraturan dan standar yang berlaku. Untuk perencanaan struktur bangunan yang
terbuat dari beton, digunakan SNI Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung. Untuk perencanaan struktur bangunan yang terbuat dari baja,
digunakan SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Baja untuk Bangunan
Gedung. Untuk perencanaan jembatan digunakan SNI Perencanaan Jembatan. Standar-standar yang disebutkan di atas adalah
standar yang dikeluarkan oleh Indonesia, sedangkan di luar negeri juga terdapat
standar yang juga dapat dijadikan acuan dalam perancangan bangunan di
Indonesia. Misalnya untuk perencanaan struktur yang terbuat dari baja digunakan
AISC Steel Construction Manual dan untuk perancangan jembatan digunakan Bridge
Construction Manual (BCM).
Kapasitas
kekuatan dari preliminary design
dihitung berdasarkan standar desain yang berlaku sehingga didapatkan besarnya
kapasitas struktur. Besarnya nilai kapasitas ini dibandingkan dengan gaya dalam
ultimate yang didapatkan dari
kombinasi pembebanan yang terjadi pada struktur. Jika besarnya kapasitas lebih
kecil daripada gaya dalam ultimate
maka diperlukan perbesaran penampang atau hal-hal lain yang dapat memperbesar kapasitas
struktur yang telah disebutkan sebelumnya. Jika besarnya kapasitas lebih besar
daripada gaya dalam ultimate, maka
desain tersebut dapat digunakan dalam proses konstruksi. Namun, selisih nilai
gaya kapasitas dengan gaya dalam jangan dibuat terlalu jauh karena akan
menyebabkan keborosan dari struktur sehingga membuat anggaran biaya proyek
menjadi besar. Kapasitas yang dimaksud disini adalah kapasitas aksial, geser,
lentur, ataupun torsi. Besarnya kapasitas aksial dibandingkan dengan gaya dalam
aksial ultimate, besarnya kapasitas
lentur dibandingkan dengan gaya dalam lentur ultimate, dan seterusnya.
Setelah
mendapatkan model serta dimensi struktur yang ideal, perencana dapat
mengkomunikasikan spesifikasi struktur tersebut ke dalam gambar desain secara
detail untuk diserahkan pada owner. Gambar-gambar ini lah yang akan dipakai
oleh kontraktor sebagai pedoman mereka untuk melakukan proses konstruksi di
lapangan. Namun, seiring berjalannya proses konstruksi, gambar desain masih
dapat berubah jika ditemukan kesalahan atau masalah oleh kontraktor ataupun
konsultan pengawas. Sehingga, gambar-gambar ini akan didevelop lagi menjadi as built
drawing.
Begitulah proses perencanaan
struktur bangunan dilakukan sejak awal pendefinisian beban sampai terciptanya
gambar kerja untuk pedoman konstruksi di lapangan. Secara ringkas, alur proses
perencanaan ini dapat dilihat pada bagan di bawah.
Subscribe to:
Posts (Atom)